Minggu, 15 April 2012

Hati Manusia Diberikan Kepadanya

Setelah sayap-sayap dari singa itu tercabut, maka Daniel mengatakan : “Ia dibuat berdiri pada kakinya seperti manusia dan suatu hati manusia diberikan kepadanya.” Apapun yang diartikan oleh kedudukan dari binatang itu dan perubahan hatinya, aplikasinya adalah tetap sesudah Babilon jatuh ke bawah pemerintahan Medo-Persia, sebab ia berdiri sebagai manusia setelah sayap-sayapnya “tercabut”. Jika kita hendak memperoleh pengertian dari simbol itu, kita harus pertama-tama memikirkan fungsi dari hati, sebab simbol itu sendiri harus sempurna, sebab jikalau tidak, kebenarannya tidak dapat ditentukan.

Fungsi dari hati ialah untuk mempertahankan daya hidup di dalam tubuh. Biarkanlah hati itu berhenti, maka segala-galanya akan lenyap. Organ tubuh yang sangat penting ini adalah pengatur tubuh. Seperti halnya sebuah kerajaan adalah terdiri dari banyak orang pribadi, berikut berbagai kebutuhan mereka, demikian itu pula dengan tubuh yang hidup terdiri dari sejumlah besar sel-sel hidup, berikut semua kepentingannya. Sebagaimana tugas dari seorang raja adalah mempertahankan daya hidup di dalam kerajannya, juga menghukum atau mencabut sampai kepada akar-akar segala kejahatan serta mengawasi melindungi semua yang baik, demikian itu pula yang diperbuat oleh hati. Dengan cara mengembang dan mengempis ia mengontrol dan memberikan aliran, daya hidup dalam bentuk darah bersih. Bukti yang dikumpulkan sejauh ini membuktikan bahwa hati adalah lambang yang tepat dari seorang raja. Namun kita harus memperinci perbedaan di antara hati manusia dan hati binatang. Daniel 4 : 16, berbicara mengenai hukuman yang dijatuhkan atas raja itu sebelum ia diusir keluar dari tahtanya ke padang bersama-sama dengan binatang-binatang, mengatakan sebagai berikut : “Biarlah hatinya berubah dari hati manusia dan biarlah hati binatang diberikan kepadanya; dan biarlah tujuh masa berlaku baginya.” Setelah hati raja itu berubah, maka ia kehilangan rationya, dan secara alamiah ia menjadi sama dengan seekor lembu. “Maka pada jam yang sama itu juga perkara itu genaplah atas Nebukhadnesar; maka ia diusir dari antara manusia, lalu ia memakan rumput seperti lembu dan tubuhnya basah dengan air embun, dari langit, sehingga rambutnya tumbuh bagaikan bulu burung garuda, dan kuku-kukunya seperti cakar unggas.”(Daniel 4 : 33).

Kecerdasan manusia tidak terdapat dalam bentuk lahiriah dari kemanusiaannya, melainkan sebaliknya ia itu terdapat di dalam hati manusia. Pendapat ini adalah tegas dianut oleh Injil : “Karena dari dalam kelimpahan hati mulut berbicara.” Oleh sebab itu, simbol (hati manusia) dapat menunjukkan intelingensia. Tetapi simbol ini tidak dapat menyimpulkan pandangan manusia, melainkan sebaliknya suatu pengertian Allah yang tepat, karena Alkitab mengatakan : “Orang bodoh mengatakan di dalam hatinya, bahwa tidak ada Allah.” (Mazmur 53 : 1). Memperoleh suatu pandangan yang jelas mengenai kekuasaan yang tak terhingga dari Dia Yang Kekal itu ialah yang Allah sebut pendidikan yang benar. Kesimpulan dari simbol itu ialah, bahwa Babilon dipaksa untuk mengakui adanya Dia Yang Maha Tinggi dengan cara menyingkirkan raja yang satu (hati binatang) dan mendudukkan raja yang lain (hati manusia).

Setelah menjelaskan apa yang tampaknya dimaksudkan oleh simbol itu, kita harus meninjau kepada kerajaan kuno itu untuk melihat apakah memang hasil interpretasi ini sepenuhnya dapat ditunjang oleh hati simbolis itu. Karena contoh yang kekal yang dikemukakan melalui air bah itu bagi generasi-generasi yang akan datang ternyata telah gagal untuk mengajarkan kepada para pemimpin orang Kasdim itu akan kuasa Allah dan eksistensi-Nya, maka Pencipta manusia dalam kemurahan-Nya, panjang sabar-Nya, tidak rela membiarkan seorang pun binasa, telah melakukan suatu usaha terbesar untuk menyelmatkan bagnsa itu. “Tuhan tidak berlambat mengenai janji-Nya, sebagaimana sebagian orang membilangkannya lambat; melainkan Ia adalah panjang sabar terhadap kita, tidak rela seorang pun binasa, melainkan agar hendaknya semuanya datang kepada pertobatan.” (2 Petrus 3 : 9).

Pada waktu mimpin mengenai petung yang besar itu diberikan kepada Nebukadnesar ingatannya mengenai obyek itu lenyap, tetapi kesan yang tertinggal di dalam pikirannya adalah sangat meningkat. Setelah tuntutannya yang mendesak dari orang-orang pintar gagal mengungkapkan mimpi raja itu, maka Daniel, oleh perantaraan wahyu ilahi, mengungkapkan rahasia keajaiban yang mentaajubkan ini seharusnya sudah mentobatkan raja itu berikut semua orang pintarnya di Babilon kepada ibadahnya bangsa Ibrani, karena oleh kuasa dari Allahnya Daniel mereka telah luput dari hukuman mati. Tetapi ternyata tidak ada perubahan apapun bagi yang lebih baik. Walaupun raja itu menghormati Allah dengan bibirnya, hatinya ternyata jauh daripada-Nya. Raja itu tidak juga membinasakan segala dewa yang ada di negeri itu, melainkan justru dalam kebutaannya ia terus maju mendirikan dewa-dewa yang lebih hebat lagi; karena tak lama kemudian sesudah mimpinya itu dipecahkan pengertiannya ia telah meminta kepada semua rakyatnya untuk menyembah “patung emas” yang didirikannya di lapangan Dura. (Bacalah Daniel pasal tiga).

Penolakan tiga pemuda Ibrani itu untuk menyembah sujud kepada dewa, serta keajaiban dengan mana mereka telah diselamatkan dari dapur api yang bernyala-nyala itu, sangat mempengaruhi pikiran para pemimpin pemerintahan, tetapi itu pun gagal untuk merubah hati raja itu. Kembali ia menghormati Allah segala ilah itu hanya dengan bibirnya tetapi bukan dengan perbuatannya. Segala perbuatan raja yang tidak benar itu membuatnya perlu mendapatkan suatu hukuman alamiah yang luar biasa. Sebab itu suatu usaha besar untuk menyadarkan dia untuk bergantung kepada Khaliknya adalah perlu. Mimpi yang diberikan kepadanya (di dalam pasal empat), mengenai pohon yang besar itu – suatu simbol dari dirinya sendiri – dan interpretasinya oleh Daniel, telah menyadarkan raja yang keras hati itu akan kebenarannya, serta hukuman yang akan menimpa dirinya, terkecuali ia bertobat. Daniel mengatakan : “Maka sebab itu, ya tuanku, hendaklah kiranya bicara patik ini berkenan di hadapan tuanku, putuskanlah kiranya segala dosa tuanku oleh kebenaran dan segala kesalahan tuanku oleh belas kasihan akan orang miskin, supaya dilanjutkan kiranya selamat sejahtera tuanku. ….. Dua belas bulan kemudian berjalanlah baginda raja di dalam istana kerajaan Babilon …… Maka pada jam itu juga genaplah perkara itu atas diri Nebukhadnesar; maka ia dihalau dari antara manusia, lalu ia memakan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah dengan embun dari langit, sehingga rambutnya bertumbuh seperti bulu burung garuda, dan kuku-kukunya seperti cakar burung.” (Daniel 4 : 27, 29, 33).

Pada akhir dari pengalaman yang penuh penderitaan itu, maka raja itu berkata : “Sekarang aku Nebukhadnesar memuji dan membesarkan dan memuliakan Raja sorga itu, karena segala perbuatan-Nya adalah kebenaran, dan semua jalan –Nya adalah keadilan, maka barangsiapa yang berjalan dalam kesombongan Ia pun dapat merendahkan.” (Ayat 37). Walaupun ia mengakui kuasa dari Dia yang Kekal itu, ia menyembah sujud kepada-Nya, dan mengucapkan kata-kata pujian dengan ucapan yang sangat mulia, raja itu lalaui menyerahkan hati kapirnya dan meninggalkan cara ibadah kekapirannya. Ia lalai untuk memeluk kepentingan utama meneruskan pengetahuan Yehovahnya kepada keturunannya bagi kesejahteraan mereka dan bagi kekekalan kerajaannya.

Pengalaman-pengalaman yang indah ini adalah merupakan objek pelajaran bagi raja-raja yang akan datang. Tak lama kemudian sesudah kegenapan mimpi itu, maka naiklah cucunya ke atas tahta. Dalam adat kebiasaan kekapirannya ia mencoba menentang Allah atas segala dewa, dan Raja atas segala raja itu yang mampu membuat lembu daripada raja-raja dan raja-raja daripada lembu, dan para penghulu daripada budak-budak. “Karena kenaikan itu datangnya bukan dari sebelah timur atau pun dari sebelah barat atau pun dari sebelah selatan. Tetapi Allah adalah hakim; Ialah yang menurunkan seseorang, dan Ialah yang menempatkan seseorang lainnya.” (Mazmur 75 : 6, 7).

Bejana-bejana yang suci itu belum pernah sebelumnya dicemarkan oleh seseorang raja seperti halnya di dalam pesta perayaan mabuk-mabukkan Belshasar. Allah mau bersabar sampai manusia melangkah melewati garis perbatasan. Belshasar ini telah berbuat dengan cara membawakan bejana-bejana yang suci itu ke hadapan para penghulunya, para gundiknya, dan dewa-dewa kekapirannya. Pada waktu terlihat tangan menulis pada tembok perasaan hatinya yang bersalah lalu menyusahkan dia; semua ikat pinggangnya terlepas, dan lutut-lutunya gemetar yang satu menyentuh yang lainnya. Seperti halnya bapaknya, Belshasar melalikan Daniel, maka ia mengundang orang-orang pintar di Babilon untuk menginterpretasikan tulisan itu; walaupun ia seharusnya sudah tahu akan ketidak-mampuan mereka itu untuk mengungkapkan rahasia. Pada akhirnya Daniel juga yang dipanggil dan pada saat kedatangannya ia mengatakan : Mene; Allah telah menentukan angka bilangan kerajaan tuanku, dan mengakhirinya. Tekel; Tuanku telah ditimbang di atas neraca, dan telah didapati ringan. Peres; Kerajaan tuanku akan dibagi, dan diberikan kepada orang-orang Medi dan Persia.” (Daniel 5 : 26 – 28). Pengalaman-pengalaman ayahnya yang tak ternilai pada waktu kenaikannya ke atas tahta itu sudah akan merupakan berkat-berkat yang abadi; tetapi karena melalaikan kuasa Allah raja itu telah membalikkan keuntungan-keuntungan yan berasal dari berkat menjadi kutuk, dan mengakhiri nasib kerajaannya. Setiap akal untuk membuat singa itu (Babilon) berdiri seperti manusia di bawah pemerintahan raja Kasdim telah habis, dan setiap usaha gagal. Oleh sebab itu, waktunya telah tiba bagi Tuhan untuk menggunakan pengobatan yang terakhir kepada kerajaan singa itu.

Kores, yang oleh Allah telah dibicarakan melalui nabi-Nya bertahun-tahun sebelum ia diijinkan untuk memasuki ibukota dari raja Kasdim itu. (Lihat Yesaya 45 : 1). Babilon sebagai kerajaan nomor dua berlalu sudah, maka simbol mengenai sayap-sayap yang “tercabut” itu menemui kegenapannya. “Pada malam itu juga Belshasar raja Kasdim itu dibunuh.” Hati singa itu ialah lambang dari raja kapir – yaitu Belshasar yang dibunuh itu – dan demikianlah hati binatang itu telah disingkirkan. Manusia merencanakan, tetapi seringkali kekuasaan yang lain yang tidak dikuasainya itulah yang menentukan.

Daniel telah dijadikan presiden yang pertama atas 120 penghulu, sebab “terdapat di dalam dirinya suatu roh yang sempurna.” Keduanya Kores dan Darius telah bertobat menyembah sujud kepada Allah yang benar. Oleh sebab itu, Lengan yang kekal yang ikut campur tangan dalam persoalan-persoalan manusia telah mendudukkan seorang raja pilihan-Nya sendiri.

Dalam cara-cara inilah simbol-simbol itu menemui kegenapannya dan singa itu “diangkat ke atas bumi, lalu dibuat berdiri pada kakinya seperti manusia, dan suatu hati manusia diberikan kepadanya.”

Hati adalah suatu lambang yang cocok dari seorang pemimpin sesuatu bangsa. Perbedaan yang tegas di antara seorang raja yang beragama dan yang tidak beragama adalah sama luas perbedaannya seperti di antara hati manusia dan hati binatang. Hati adalah daya pemberi hidup kepada tubuh manusia, sama seperti seorang raja pemimpin dari sesuatu bangsa.

Setelah kebebasan diberikan kepada orang-orang Yahudi, maka Kores dalam pernyataannya mengatakan : “Demikianlah kata Kores raja Persia, Tuhan Allah di sorga telah mengaruniakan kepadaku semua kerajaan di bumi; maka Ia telah menugaskan kepadaku untuk mendirikan bagi-Nya sebuah rumah di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapakah yang ada di antara kamu yang berasal dari umat-Nya? Allahnya menyertai dia, maka hendaklah ia pergi naik ke Yerusalem, yang di Yehuda itu, dan hendaklah ia mendirikan rumah Tuhan Allah Israel, (Ialah Allah), yang berada di Yerusalem.” (Ezra 1 : 2, 3). Pengaruh ibadah yang baik dari raja-raja Medo-Persia ini tidak digunakan sampai bertahun-tahun kemudian. Keputusan yang dibuat oleh Kores itu ditulis pada sebuah gulungan surat ditempatkan di Achmetha, di dalam istana yang berada di dalam propinsi orang-orang Medes. Beberapa tahun kemudian karena gulungan surat itu ditemukan oleh Darius maka keputusan itu lalu segera dilaksanakan. Kores telam memutuskan, bahwa semua orang harus memberikan suatu persembahan sukarela, dan raja itu sendiri menyimpan tanpa batas. Ia mengatakan : “dan lagi aku mengeluarkan keputusan akan apa yang harus kamu perbuat bagi tua-tua dari orang-orang Yahudi ini supaya dibangunkannya rumah Allah ini bahwa daripada harta benda raja, juga daripada bea dari seberang sana sungai hendaklah diberikan dengan segera kepada orang-orang ini akan belanjanya, agar mereka tidak dihalangi.” (Ezra 6 : 8). Ia selanjutnya memutuskan, bahwa semua keperluan untuk memelihara upacara-upacara korban supaya “diberikan kepada mereka setiap hari dengan tidak lalai.” Kemudian ia menambahkan “Bahwa mereka supaya mereka mempersembahkan korban yang harum baunya kepada Allah di sorga dan berdoa bagi keselamatan hidup baginda dan anak-anaknya.” (Ezra 6 : 10). Nebukhadnesar mengaku bertobat sesudah pengelamannya yang indah dengan Allah di sorga, lalu ia menyatakan : “Maka segala orang yang diam di bumi itu kebaikannya bagaikan sia-sia adanya, maka dibuat-Nya akan segla rtentara di langit dan di antara segala penduduk bumi sesuai kehendak-Nya, maka tak seorang pun dapat menolak tangan-Nya, atau pun mengatakan kepada-Nya, Apakah yang Kau perbuat? Pada waktu yang sama akalku kembali kepadaku; dan untuk kemuliaan kerajanku, maka kehormatan dan kebesaranku kembali kepadaku; maka segala penasehatku dan orang-orang besarku mencari akan daku; maka aku ditetapkan kembali di dalam kerajaanku, dan kebesaran sempurna dipertambahkan kepadaku. Kini aku Nebukhadnesar memuji-muji dan meninggikan dan menghormati Raja sorga itu, semua perbuatan-Nya adalah kebenaran, dan semua jalannya adalah keadilan; maka barangsiapa yang berjalan dalam kesombongan Ia akan mampu merendahkan.’ (Daniel 4 : 35 – 37).

Walaupun kata-kata luhur yang diucapkan oleh raja Kasdim itu tampaknya mengungkapkan suatu perubahan hatinya, segala perbuatannya menunjukkan kegagalan dalam apa yang bibirnya sendiri telah ucapkan. Alangkah bedanya di antara raja Babilon itu dan raja-raja Medo-Persia itu! Nebukhadnesar menolak untuk membebaskan umat Allah; ia menolak untuk mengembalikan bejana-bejana yang suci itu kepada Raja sorga; ia tidak mengeluarkan keputusan apa pun untuk mendirikan kembali rumah Allah; ia tidak memberikan sumbangan jenis apapun kepada Raja atas segala raja itu; ia tidak memberikan pengetahuannya mengenai Yehovah kepada semua rakyatnya; ia membiarkan anak-anaknya dan rumah tangganya tetap menyembah sujud kepada dewa-dewa kekapiran yang diperbuat daripada kayu dan batu; ia tidak berusaha apa-apa untuk memberikan kepada Allah kemuliaan, terkecuali hanya dengan bibirnya saja.

Walaupun kita memiliki semua teladan ini di hadapan kita, namun betapa seringnya kita mengakui dengan bibir kita akan apa yang benar dan betul, tetapi kita tidak berusaha apa-apa untuk mencapai uluran Tangan kasih ilahi. Banyak orang tak terhitung jumlahnya sedang menirukan teladan yang dibuat oleh raja kuno itu. “Mereka ini datang dekat kepada-Ku dengan mulutnya, dan menghormati Aku dengan bibirnya, tetapi hati mereka itu jauh daripada-Ku.” (Matius 15 : 8).

Walaupun Nebukhadnesar telah lalai dalam segala perkara yang suci ini, namun Allah, dalam kemurahan-Nya yang besar telah menyelamatkan raja itu. Allah cukup menahan sabar terhadap raja Babilon itu, tetapi “raja yang pernah tinggi hati itu telah menjadi seorang anak Allah yang rendah hati; pemimpin yang tiran, yang suka menguasai itu, telah menjadi raja yang bijaksana dan penuh kasih sayang. Dia yang telah menentang dan menghujat Allah di sorga itu, kini mengakui akan kuasa Dia Yang Maha Tinggi, dan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mempromosikan takut akan Yehovah serta kebahagiaan rakyatnya. Karena teguran dari Dia yang Raja atas segala raja dan Tuhan atas segala tuan itu, maka Nebukhadnesar telah mempelajari pelajaran yang terakhir yang perlu dipelajari oleh semua pemimpin.” – Prophets and Kings, p. 521.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar